Sunday, January 26, 2014

Cabe Rawit di Amerika Serikat

“Marijo pi bapete rica rame-rame….”

Mari jo torang pi ba pete rica……”, sebuah kalimat pendek meluncur dari mulut kawan saya, hampir di setiap summer datang menyapa Amerika. Kalimat itu dapat diartikan “Ayo kita pergi memetik cabe rawit…”. Bagi sebagian besar warga Indonesia di New Jersey, bapete rica adalah sebuah momen yang ditunggu-tunggu ketika musim panas telah tiba. Bukan karena kita ini adalah petani cabe, tapi karena kita adalah penikmat rica.

Amerika, adalah negara super maju dalam banyak hal, serta super modern dalam hal teknologi, ternyata di satu sisi, menyimpan banyak cerita lain, yaitu sesuatu yang bersifat tradisional, namun ditangani secara profesional. Salah satunya adalah perkebunan dan pertanian. Uniknya, dalam kisah rica ini, Amerika bukanlah ‘negara pemakan rica’. Namun rica, bertumbuh pesat di sana. Mereka, katakanlah para farmer ini, sangat pintar membaca ‘tanda-tanda zaman’. Artinya begini, walaupun sebagian besar warga negara Amerika sendiri tidak suka yang pedes-pedes, namun siapa sangka di sana ada berhektar-hektar lahan ditanami khusus rica ini. Untuk siapa rica-rica ini ditanam? Untuk saya dan Anda yang suka rica tentunya.

Ini jelas karena mereka melihat peluang, selain untuk swasembada rica, mereka tahu persis di daerah-daerah mana yang dihuni oleh para pendatang. Ini tentu sebuah peluang yang bagus. Di New Jersey misalnya, banyak sekali pendatang dari Asia dan Timur Tengah, yang notabene datang dari negara-negara penyuka rica. Contohnya saya, tanpa rica seakan hidup ini tiada kenikmatan dan gairah lagi, tanpa rica rasanya jadi enggan untuk makan apapun. Pisang goreng pun, kalau orang lain makannnya pakai kecap, coklat, dan keju yang manis-manis, maka orang Manado, termasuk saya akan melahapnya dengan rica. Seorang warga Amerika berkulit hitam bahkan pernah berseloroh begini, “You are just like chili, smooth outside but hot inside…” Kurang lebih artinya adalah, kalian (si raja rica) sama persis dengan rica, yaitu mulus di luar namun pedes di dalam. Saya paham dia hanya bergurau.

Bahasa Manado yang Unik

13905660842060229446

Pernahkah Anda mendengar orang Manado bicara? Kalau diperhatikan secara seksama, maka ada banyak kata yang diulang dua kali namun bermakna sama. Umpamanya kata-kata ini: raba-raba, rabu-rabu, tengo-tengo, sapu-sapu, hela-hela, ruju-ruju, kile-kile, poco-poco, pala-pala, lao-lao, poki-poki, gepe-gepe, gidi-gidi, fui-fui, gata-gata, tola-tola, tole-tole, bela-bela, polo-polo, poco-poco, pica-pica, para-para, pele-pele, dan masih banyak lagi. Semuanya punya arti tersendiri. Memang terdengar lucu, namun kalau mendengar dilaek Manado (logat) diucapkan, pastilah akan ada salah satu atau bahkan lebih dari kata-kata di atas itu hadir dalam pembicaraan.

Nah, ada juga yang menarik, yaitu ‘penghargaan’ orang Manado dan Minahasa terhadap huruf ‘D’. Kenapa disebut mereka itu sangat menghargai huruf ‘D’. Oleh karena, ada banyak sekali kata yang dimulai dengan huruf D, dalam dialek Manado dan diucapkan secara unik, dan bunyinyapun terdengar lucu. Ini ada beberapa di antaranya yang sempat saya catat.

Diki-diki, doti-doti, dabu-dabu, dubo-dubo, dego-dego, doi-doi, dulu-dulu, dusu-dusu, dola, dotu, dobol, dodeso, dodika, dodutu, daki, domatu, daong, donci, deng, dang, dan sebagainya. Penggunaan dalam kalimat umpamanya, “Ambe akang itu dodika dang” (Tolong ambilkan tempat tungku api itu dong). Ada juga kalimat seperti, “Kiapa masih muda kong ngana so pake diki-diki dang?”, artinya: Kenapa masih usia muda dan Anda sudah menggunakan tongkat?

Dialek Manado memang lucu dan unik. Ada beberapa kata juga yang ternyata merupakan serapan atau hasil pengadopsian dari Bahasa Belanda, dan juga Bahasa Spanyol (Spanish). Umpamanya kata-kata ini, kadera (kursi), engku (guru laki-laki), enci (guru perempuan), mener (dosen), kawayo (kuda), blanket (selimut), dan sebagainya.